Teologi
merupakan bagian dari kajian bidang ontologi. istilah teologi memiliki
pengertin y g sngat luas dan beragam. Dalam kamus teologi, dijelaskan bahwa
teologi dalam bahasa Yunani artinya pengetahuan mengenai Allah, yaitu usaha
metodis untuk memahami serta menafsirkan kebenaran wahyu (Gerald O'Collins dan
Edward G., 2001: 314). Dalam bahasa Latin, teologi di artikan ilmu yang mencari
pemahaman, maksudnya dengan menggunakan sumber daya rasio, khususnya ilmu
sejarah dan filsafat, teologi
selalu mencari dan tidak pernah sampai pada jawaban terakhir dan pemahaman yang
selesai.
Sedangkan yang dimaksud
dengan teologi dalam ruang lingkup filsafat metafisika, menurut Sudarsono
(2001: 129) adalah filsafat ketuhanan yang betitik tolak semata-mata kepada kejadian
alam. Pembahasan filsafat ketuhanan ini
mengkaji tentang keteraturan hubungan antara benda-benda alam sehingga orang
meyakini adanya pencipta alam atau pengatur alam tersebut.
Teologi dalam kajian
filsafat metafisikamemiliki arti penting dalam pemikiran kefilsafatan.
Pemikiran tersebut muncul sejak dari para filosof Yunani, kemudian dilanjutkan
oleh kaum Sophi dan masa Sokrates, juga filsafat pada abad
pertengahan, terutama dengan hadirnya para filosof Kristen, hingga perkembangan
filsafat dewasa ini.
Pada zaman filsafat
Yunani, yang telah hadir beberapa abad sebelum masehi, ajaran filsafat tentang
teologi ini telah muncul dan berkembang dengan pesat. Seorang filosof yang
bernama Xenophanes telah mengajarkan, bahwa Tuhan itu tidak banyak, malainkan
satu. Tuhan hanya satu yang hadir di antara dewa dan manusia., Tuhan tidak
serupa dengan makhluk, dan telah pula berpikir seperti merwka. Bagi Xenophanes,
Tuhan yang satu itu tidak dijadikan, tidak bergerak dab tidak berubah-ubah, dan
ia mengisi seluruh alam.
Ajaran Xenophanes ini
besar sekali pengaruhnya dan telah mewarnai pemikiran filsafat berikutnya. Dalam hal ini dapat dilihat
dalam filsafat Phythagoras (572-497 M). Menurut keyakinan Phytagoras, manusia itu asalnya
Tuhan. Jiwa itu adalah penerjemaan
dari pada Tuhan yang jatuh ke dunia karena berdosa. Jiwa akan kembali ke lngit
ke dalam lingkungan Tuhan bermula, apabila habis dicuci dosanya itu. Cara
mencuci atau menghapuskan dosa otu dengan jalan hidup murni.
Filsosof lain yang
mempunyai pandangan filsafat metafisika teologi adlah Thomas Aquinas
(1225-1274). Menurut Aquinas, manusia dapat mengenal Tuhan melaui dukungan akal
pikirannya. Dengan
akal pikirannya, manusia dapat mengetahui bahwa Tuhan itu ada dan sekaligis
mengetahui sifat-sifatnya. Thomas
Aquinas dalam Harun Hadiwijono, (2005:107-108) mengajukan lima bukti adanya
Tuhan, yaitu sebagai berikut:
1. Adanya
gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama, yaitu
Allah. Menurut Aquinas, apa yang bergerak tentu digerakkn oleh sesuatu
yang lain. Itulah Allah.
2. Di
dalam dunia yang diamati, seluruh isi yang ada di jagat raya ini dapat terlihat
tertib dan berdaya guna. Keberadaannya dan penempatan yang tertib ini bukan
dihasilkan oleh dirinya sendiri., tetapi ada yang menghasilkan atau ada yang
mengaturnya. Oleh karena itu, harus ada swbab berdaya guna yang pertama. Itulah
Allah.
3. Di alam semesta
terdapat hal-hal yang mungkin ada dan tidak ada. Apa yang tidak ada, hanya
dapat berada, jika diadakannileh sesuatu yang telah ada Oleh karena itu, harusa ada seauatu yang
perlu mutlak, yang tidak disebabkan oleh seauatu yang lain. Inilah Allah.
4. Di
antara segala yang ada terdapat hal-hal yang lebih atau kurang baik, lebih atau
kurng benar, dan sebainya. Apa yang disebut kurang baik, atau lebih baik, itu
tentu disesuaikan dengan seauatu yang menyerupainya, yang dipakai sebagai
ukuran. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik.
Jadi, jika ada yang kurang baik, yang bik dan yng lebih baik., semuanya
mengharuskan adanya yang terbaik. Demikian juga halnya dengan kurang benar,
yang benar dan yang lebih benar, dan sebagainya. Dari ini semua dapat
disimpulkan, bahwa harus
ada sesuatu yang menjadi sebab dati segala yang baik, segala yang benar, segala
yang mulia, dan sebagainya. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Allah.
5. Kita
menyaksikan bahwa segala seauatu yang tidak berajal berbuat senantiasa denfan
cara yang sama untuk mencapai hasul yang terbaik. Daru situ tampak jelas bahwa
tidak hanya kebetulan saja semuanya itu mencapai akhirnya., tetapi memang
dibuat begitu. Maka apa yang tidak berakal tidak mungkin bergerak menuju
akhirnya, jikaalau tidak diarahkan oleh sesuatu tohoh yang berakal,
perpengetahuan. Inilah Allah.
Pada abad ke-19,
filsafat metafisika teologis ini juga mendapat perhatian yang serius,sepeeti
yang dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Comte mendapatkan tahap
teologis berada pada urutan pertama dalam teori evolusinya. Dalam tahap ini ditegaskan bahwa
manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang batiniah segala seauatu,
kepada sebab pertama, dan tujuan terakhir segala sesuatu. Jadi, manusia masih percaya kepada
kemungkinan adanya pengetahuan atau pengetahuan
yang mutlak.
Begitu juga pada abad
ke -20, pemikiran filsafat tenang teologis ini cykup menonjol, terutama dari
Henri Bergson. Menurut Bergson, agama itu ada dua macam, agama statis, dan agma
dinamis. Agama yang statis timbul karena hasil karya perkembangan pemikiran
otak atau akal manusia. Di dalam perkembangan inilah telah menciptakan kepada
manusia kecakapan, di mana melalui akalnya manusia tahu bahwa ia harus mati.
Juga karwba akalnya manusia tahu bahwa ada rintangan-rintangan yang tidak
tersuga, yang merintangi usahanya untuk mencapai tujuannya. Demikianlah timbul
agama sebagai alat bertahan segala sesuati yang dapat menjadikan manusia putus
asa. Sedangkan
yang agama dinamis, yang diberikan oleh
intuisi. Dengan perantaraan agama ini manusia dapat berhubungam dengan asas
yang lebih tinggi, yang lebih kuasa dari pada dirinya sendiri.
Sumber: Susanto, A. 2011. Fisafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar