Selasa, 27 Desember 2016

Teologi



Teologi merupakan bagian dari kajian bidang ontologi. istilah teologi memiliki pengertin y g sngat luas dan beragam. Dalam kamus teologi, dijelaskan bahwa teologi dalam bahasa Yunani artinya pengetahuan mengenai Allah, yaitu usaha metodis untuk memahami serta menafsirkan kebenaran wahyu (Gerald O'Collins dan Edward G., 2001: 314). Dalam bahasa Latin, teologi di artikan ilmu yang mencari pemahaman, maksudnya dengan menggunakan sumber daya rasio, khususnya ilmu sejarah dan filsafat, teologi selalu mencari dan tidak pernah sampai pada jawaban terakhir dan pemahaman yang selesai.

Sedangkan yang dimaksud dengan teologi dalam ruang lingkup filsafat metafisika, menurut Sudarsono (2001: 129) adalah filsafat ketuhanan yang betitik tolak semata-mata kepada kejadian alam. Pembahasan filsafat  ketuhanan ini mengkaji tentang keteraturan hubungan antara benda-benda alam sehingga orang meyakini adanya pencipta alam atau pengatur alam tersebut.
Teologi dalam kajian filsafat metafisikamemiliki arti penting dalam pemikiran kefilsafatan. Pemikiran tersebut muncul sejak dari para filosof Yunani, kemudian dilanjutkan oleh kaum Sophi dan masa Sokrates, juga filsafat pada abad pertengahan, terutama dengan hadirnya para filosof Kristen, hingga perkembangan filsafat dewasa ini.
Pada zaman filsafat Yunani, yang telah hadir beberapa abad sebelum masehi, ajaran filsafat tentang teologi ini telah muncul dan berkembang dengan pesat. Seorang filosof yang bernama Xenophanes telah mengajarkan, bahwa Tuhan itu tidak banyak, malainkan satu. Tuhan hanya satu yang hadir di antara dewa dan manusia., Tuhan tidak serupa dengan makhluk, dan telah pula berpikir seperti merwka. Bagi Xenophanes, Tuhan yang satu itu tidak dijadikan, tidak bergerak dab tidak berubah-ubah, dan ia mengisi seluruh alam.
Ajaran Xenophanes ini besar sekali pengaruhnya dan telah mewarnai pemikiran filsafat berikutnya. Dalam hal ini dapat dilihat dalam filsafat Phythagoras (572-497 M). Menurut keyakinan Phytagoras, manusia itu asalnya Tuhan. Jiwa itu adalah penerjemaan dari pada Tuhan yang jatuh ke dunia karena berdosa. Jiwa akan kembali ke lngit ke dalam lingkungan Tuhan bermula, apabila habis dicuci dosanya itu. Cara mencuci atau menghapuskan dosa otu dengan jalan hidup murni.
Filsosof lain yang mempunyai pandangan filsafat metafisika teologi adlah Thomas Aquinas (1225-1274). Menurut Aquinas, manusia dapat mengenal Tuhan melaui dukungan akal pikirannya. Dengan akal pikirannya, manusia dapat mengetahui bahwa Tuhan itu ada dan sekaligis mengetahui sifat-sifatnya. Thomas Aquinas dalam Harun Hadiwijono, (2005:107-108) mengajukan lima bukti adanya Tuhan, yaitu sebagai berikut:
1.  Adanya gerak di dunia mengharuskan kita menerima bahwa ada penggerak pertama, yaitu Allah. Menurut Aquinas, apa yang bergerak tentu digerakkn oleh sesuatu yang lain. Itulah Allah.
2.  Di dalam dunia yang diamati, seluruh isi yang ada di jagat raya ini dapat terlihat tertib dan berdaya guna. Keberadaannya dan penempatan yang tertib ini bukan dihasilkan oleh dirinya sendiri., tetapi ada yang menghasilkan atau ada yang mengaturnya. Oleh karena itu, harus ada swbab berdaya guna yang pertama. Itulah Allah.
3.   Di alam semesta terdapat hal-hal yang mungkin ada dan tidak ada. Apa yang tidak ada, hanya dapat berada, jika diadakannileh sesuatu yang telah ada  Oleh karena itu, harusa ada seauatu yang perlu mutlak, yang tidak disebabkan oleh seauatu yang lain. Inilah Allah.
4.   Di antara segala yang ada terdapat hal-hal yang lebih atau kurang baik, lebih atau kurng benar, dan sebainya. Apa yang disebut kurang baik, atau lebih baik, itu tentu disesuaikan dengan seauatu yang menyerupainya, yang dipakai sebagai ukuran. Apa yang lebih baik adalah apa yang lebih mendekati apa yang terbaik. Jadi, jika ada yang kurang baik, yang bik dan yng lebih baik., semuanya mengharuskan adanya yang terbaik. Demikian juga halnya dengan kurang benar, yang benar dan yang lebih benar, dan sebagainya. Dari ini semua dapat disimpulkan, bahwa harus ada sesuatu yang menjadi sebab dati segala yang baik, segala yang benar, segala yang mulia, dan sebagainya. Yang menyebabkan semuanya itu adalah Allah.
5.   Kita menyaksikan bahwa segala seauatu yang tidak berajal berbuat senantiasa denfan cara yang sama untuk mencapai hasul yang terbaik. Daru situ tampak jelas bahwa tidak hanya kebetulan saja semuanya itu mencapai akhirnya., tetapi memang dibuat begitu. Maka apa yang tidak berakal tidak mungkin bergerak menuju akhirnya, jikaalau tidak diarahkan oleh sesuatu tohoh yang berakal, perpengetahuan. Inilah Allah.
Pada abad ke-19, filsafat metafisika teologis ini juga mendapat perhatian yang serius,sepeeti yang dikembangkan oleh Auguste Comte (1798-1857). Comte mendapatkan tahap teologis berada pada urutan pertama dalam teori evolusinya. Dalam tahap ini ditegaskan bahwa manusia mengarahkan pandangannya kepada hakikat yang batiniah segala seauatu, kepada sebab pertama, dan tujuan terakhir segala sesuatu. Jadi, manusia masih percaya kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengetahuan yang mutlak.
Begitu juga pada abad ke -20, pemikiran filsafat tenang teologis ini cykup menonjol, terutama dari Henri Bergson. Menurut Bergson, agama itu ada dua macam, agama statis, dan agma dinamis. Agama yang statis timbul karena hasil karya perkembangan pemikiran otak atau akal manusia. Di dalam perkembangan inilah telah menciptakan kepada manusia kecakapan, di mana melalui akalnya manusia tahu bahwa ia harus mati. Juga karwba akalnya manusia tahu bahwa ada rintangan-rintangan yang tidak tersuga, yang merintangi usahanya untuk mencapai tujuannya. Demikianlah timbul agama sebagai alat bertahan segala sesuati yang dapat menjadikan manusia putus asa. Sedangkan yang agama dinamis, yang diberikan oleh intuisi. Dengan perantaraan agama ini manusia dapat berhubungam dengan asas yang lebih tinggi, yang lebih kuasa dari pada dirinya sendiri.
          
         Sumber: Susanto, A. 2011. Fisafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara


Tidak ada komentar:

Posting Komentar