Pada awalnya filsafat sains lebih berupa metodologi
atau telaah tentang tata kerja atau metode dalam berbagai sains serta
pertanggungjawabanya secara rasional. Dalam logika sains biasa dibedakan ada
yang disebut dengan konteks penemuan sains (context
of scientific justification).
Tradisi sains, sebenarnya telah dimulai sejak
filsafat itu lahir, yaitu sejak atau sekitar abad ke 6 SM. Thales, yang
disebut-sebut sebagai bapak filsafat telah mengutarakan dengan mencari tahu
tentang bahan dasar alam semesta ia menyimpulkan bahwa bahan dasar alam semesta
itu adalah air. Jawaban ini tidak memuaskan murid dan pemikir setelahnya.
Anaximenes misalnya mengatakan bahwa bahan dasar yang membangun alam semesta
itu adalah udara. Anaximandros mengatakan suatu prinsip yang tidak terbatas (to Apeiron). Penyelidikan para pendahulu
filsafat ini lebih bersifat kosmologi-ontologis, belum epistemologis, artinya
belum begitu serius. Baru setelah Aristoteles (1384-322 SM) membahas
epistemologis mulai dipertanyakan.Arisoteles mengemukakan acuan untuk
mendapatkan pengetahuan yang benar, yaitu dengan menggunakan pengamat induktif
dan metode deduktif.
Dari kedua metode yang nampak bertolak belakang itu,
Aristoteles mengusulkan bahwa untuk mencapai pengetahuan yang solid, kedua
metode tersebut mesti sama-sama digunakan, artinya apa yang kita pikirkan itu
harus bisa dibuktikan atau berhubungan dengan realitas dan kenyataan konkret.
Zaman semakin maju, revolusi terjadi dalam berbagai
bidang, maka arah kajian filsafat sains berkembang ke zaman yang lebih baru dan
lebih positive. Agar nampak tidak terlalu naf, tampilah para tokoh filsafat
sains yang menberikan landasan filsafat bahasa pada positivme hingga tampil
menjadi logis gerakan ini muncul setelah didirikan kelompok kajian filsafat
sains yang disebut dengan, lingkaran wina.aliranya disebut positivisme logis.
Pada awal abad ke 20 inilah filsafat sains mencapai puncaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar