Immanuel kant, filsuf barat dengan gelar
raksasa pemikir eropa, mengatakan Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkat dari segala
pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan yaitu:
1.
Apakah
yang dapat kita ketahui? (Dijawab
oleh metafisika),
2.
Apakah
yang boleh kita kerjakan? (Dijawab oleh etika),
3.
Sampai
di manakah pengharapan kita? (Dijawab oleh agama),
4.
Apakah
yang dinamakan manusia?
(Dijawab oleh antropologi).
Filsafat tidak lain dari pengetahuan
tentang segala yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat adalah ilmu yang
meliputi kebenaran yang terkandung didalmnya ilmu-ilmu metafisika, etika,
ekonomi, politik dan estetika. Dalam
proses berpikir, Immanuel Kant
berpendapat bahwa kondisi tertentu dalam pikiran manusia ikut menentukan
konsepsi. Apa yang kita lihat dianggap sebagai fenomena dalam ruang dan waktu
yang disebut bentuk intuisi, mendahului setiap pengalaman. Menurut Immanuel Kant objek mengarahkan
diri ke subjek. Pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama dalam benak
yaitu kemampuan penerimaan kesan-kesan indrawi (sensibility) dan kemampuan pemahaman (understanding) yaitu membuat keputusan-keputusan tentang
kesan-kesan indrawi yang diperoleh melalui kemampuan pertama. Kedua kemampuan tesebut
saling membutuhkan dalam mencapai suatu pengetahuan. kemampuan penerimaan
bertugas menerima kesan-kesan yang masuk dan menatanya dengan pengetahuan
apriori intuisi ruang dan waktu. Kemampuan pemahaman bertugas mengolah yaitu
menyatukan dan mensintesis pengalaman-pengalaman yang yang telah diterima dan
ditata oleh kemampuan penerima selanjutnya diputuskan.
Pengambilan keputusan ada dua yaitu
analitik dan sintetik. Dalam analitik subjek sama dengan predikat sehingga bisa
dikatakan bahwa analitik adalah identitas. Analitik adalah pengambilan keputusan berdasarkan
konsistensi koherensi. Analitik merupakan intuisi murni. Dalam analitik A sama
dengan B (subjek=predikat), predikat B masuk ke dalam A atau predikat B terletak
atau masuk penuh ke dalam A. Sedangkan sintetik subjek tidak sama dengan
predikat sehingga sintetik berarti
kontradiksi. Sintetik adalah pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman atau
intuisi empiris.
Sebagai contoh “semua benda berkembang”
ini dikatakan sebagai analitik, sama halnya dengan “una adalah inu”. Una tidak
bisa memahami inu dan sebaliknya inu tidak bisa memahami una. Contoh lain
“semua benda mempunyai berat” kita bisa memaknai bahwa makna berat itu berbeda
dengan makna benda. Tambah unsur lagi yang namannya a priori. Semua alasan
memenuhi prinsip a priori, tetapi memperoleh prinsip a priori itu ternyata
pengalaman yang disebut dengan sintetical judgement. Sintetikal judgement
maksudnya adalah memperolehnya a priori, atau prinsip di dalam semua teori
berpikir. Oleh karena itu mathematical judgement harusnya sintetik, berarti
sudah berbeda dengan mathematic yang
dipikirkan oleh pure mathematic.
Kesimpulannya nanti bahwa matematika itu sintetik a priori.
Contoh berpikir sintetik adalah 7+5=12.
Karena 7+5 tidak sama dengan 12. Ini berarti 7+5 nya Imanuel Kant itu beda dengan 7+5 nya pure
mathematician. 7+5 nya pure mathematician itu bebas ruang dan waktu. Ternyata
7+5 nya Imanuel Kant itu terikat oleh ruang dan waktu, yang disebut sintetik.
Jadi 7+5 itu berbeda dengan 12. Kita tidak bisa membuktikan bahwa 7+5=12.
Itulah yang dimaksud dengan sintetik.
Terdapat logika orang awam, logika
formal, logika material, logika normative, logika spiritual. Imanuel Kant
membuat logika Transenden, yaitu logikanya para dewa. Isinya adalah kategori,
yang diperoleh dari intuisi. Kategori di dalam logika trensenden ialah kita
bisa membedakan singular, particular,
universal itu masuk pada kategori quantity. Kita bisa membedakan infinit
negatif atau afirmatif itu kategori
quality. Kategori relasi disjungtif,
hipotetical, categorical, modality,
problematika, asetorika, apodiktik. Semua problem berpikir termasuk di sini.
Jadi categorical sendiri masuk di dalam kelompok relasi.
Konsep berpikir itu adalah sebagai
kategori. Ada judgement, unity, plurality, totality, reality, kemudian kalau
dicari hubungannya modality dan possibility itu merupakan impossibility, neceserity itu adalah
kontingensi. Kalau dikaitkan antara pikiran dengan pengalamannya. Kontingensi
itu pengalaman, pengalaman itu bersifat kontingen, yang bersifat unpredictable. Kalau analitik metodenya
deduksi. Analitik dengan deduksi itu cocok (chemistry), bahasa itu chemistry. Deduksi di sini bersifat
transenden, deduksinya para dewa. Ada deduksi yang bersifat empiris. Sebenarnya
tidak ditemukan deduksi yang bersifat empiris dalam hakekat orang yang
berpikir.
Pengalaman itu bersifat naik kemudian
digunakan untuk berpikir, dan ada kategori terlebih dahulu, termasuk bisa
membedakan. Pengalaman itu bersifat manipul, kaitannya dengan ruang berurutan,
berkelanjutan dan berkesatuan, dan digabung menjadi manipul, itulah membentuk
pengalaman, Imanual Kant menyebutnya sebagai manipul. Apersepsi itu bersifat
sintetik. Perlu di ingat di pengalaman ada intuisi, di berpikir ada intuisi.
Jadi tidak bisa berpikir tanpa intuisi. Yang mendahului
berpikir itu adalah intuisi, jadi dalam mengajar kita tidak boleh merampas
intuisi siswa. Intuisi ada kaitanya dengan kesadaran. Maka letakkanlah
kesadaran anda di depan hakekat kalau anda ingin memahami suatu hakekat. Dalam
mengajar di kelas terdapat apersepsi. Apersepsi dalam pembelajaran maksudnya
kesiapan siswa. Kesatuan apersepsi itu disebut sebagai kesatuan transendental
dari kesadaran diri. Kesadaran diri ini penting untuk bisa berpikir a priori.
Supaya bisa berpikir maka harus sadar dulu. Apersepsi yang membentuk kesadaran
tadi adalah prinsip yang tertinggi dari kesadaran brpikir. Ruang dan waktu
adalah intuisi. Ruang dan waktu jika di isi dengan manipul kesatuan content,
maka dia merupakan representasi tunggal tadi. Understanding adalah kemampuan
kognisi. Tujuan dari apersepsi yaitu untuk melakukan kegiatan berpikir, supaya
kita mampu berpikir.
Sumber: Salam Burhanuddin. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar