Rabu, 28 Desember 2016

Matafisika



A.  Pengertian Metafisika
Metafisika merupakan bagian dari aspek ontologi dalam kajian filsafat. Konsepsi metafisika berasal dari bahasa Inggris: metaphysics, Latin: metaphysica dari Yunani meta ta physica (sesudah fisika); dari kata  meta (setelah, melebihi) dan physikos (menyangkut alam) atau physis (alam). Metafisika   merupakan bagian Filsafat tentang hakikat yang ada di sebalik fisika. Hakikat yang bersifat abstrak dan di luar jangkauan pengalaman manusia. Tegasnya tentang realitas kehidupan di alam ini: dengan mempertanyakan yang Ada (being), Alam ini wujud atau tidak? Siapakah kita (manusia)? Apakah peranan kita (manusia) dalam kehidupan ini?. Metafisika secara prinsip mengandung konsep kajian tentang sesuatu yang bersifat rohani dan yang tidak dapat diterangkan dengan kaedah penjelasan yang ditemukan dalam ilmu yang lain.

Secara etimologi meta adalah tidak dapat di lihat  oleh panca indera, sedangkan fisika adalah fisik. Jadi metafisika adalah sesuatu yang tidak dapat di lihat secara fisik. Metafisika tidak bisa di uji secara empiris karena keberadaanya yang abstrak. Secara terminology metafisika Meta berasal (bahasa Italia) berarti setelah atau dibelakang. Adapun istilah lain metafisika  berakar dari kata Yunani, metataphysica. Dengan membuang ta  tambahan dan mengubah  physica ke fisika (physics) jadilah istilah metafisika yang berarti sesuatu di luar hal-hal fisik. Istilah metafisika diketemukan Andronicus pada tahun 70 SM ketika menghimpun karya-karya Aristoteles. Kata ini di-Arabkan menjadi ma’ ba’da al-thabi’ah (sesuatu setelah fisika). Menurut penuturan para sejarahwan filsafat, kata ini pertama kali digunakan sebagai judul buku Aristoteles setelah bagian fisika dan membuat pembahasan umum tentang eksistensi. Sebagian filosof Muslim merasa lebih cocok menggunakan istilah ma qabla al-thabi’ah (sesuatu sebelum fisika). Tampaknya, bagian yang berbeda adalah teologi utsulujiyyah. Dalam karya-karya para filosof Muslim, semua pembahasan di atas digabungkan dalam bagian “ketuhanan dalam arti umum”. Sedangkan teologi  dikhususkan dengan nama “ketuhanan dalam arti khusus”. Maka, metafisika dipakai untuk menyebut kumpulan soal-soal teoretis-intelektual filsafat dalam arti umum.
Metafisika dalam sebuah ensiklopedia Britannica filsafat di artikan sebagai berikut:
1.    “Metaphysics is the philosophical study whose objek is to determine the meaning, structure and principles of whater is insofar as it is. Although this study is popularly conceived as referring to anything excessively subtle and highly theoretical and although it has been subjected to many criticisms, it is presented by metaphysicians as the most fundamental and most comprehensive of inquiries, inasmuch as it is concerned with reality as a whole”.
2.     “Metafisika adalah studi filosofis yang objeknya untuk menentukan arti, struktur dan prinsip-prinsip. walaupun ini mengacu pada sesuatu yang terlalu halus dan sangat teoritis  dan meskipun mengalami banyak kritik. Maka banyak pertanyaan metafisika yang paling mendasar dan paling komprehensif, karena metafisika berkaitan dengan realitas secara keseluruhan”.
B.  Pemikiran Para Filosof Terhadap Metafisika
Metafisika dalam arti filosofis pada abad pertengahan istilah metafisika mempunyai arti filosofis. Metafisika oleh para filsuf  Skolastik diberi arti filosofis dengan mengatakan bahwa metafisika ialah ilmu tentang yang ada, karena muncul sesudah dan melebihi yang fisika (post physicam et supraphysicam). Istilah  sesudah tidak boleh diartikan secara temporal. Istilah  sesudah yang dimaksudkan disini ialah bahwa objek metafisika sendiri berada pada sesuatu yang abstrak.
1.    Pemikiran Metafisika Menurut filosof Barat
Pemikiran metafisika bagi para filosof barat itu berbeda-beda. Yaitu dapat dilihat dalam uraian berikut:
a.    Menurut Plato metafisika lebih cenderung pada manusia karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Dimana sifat tubuh adalah material, sedang sifat jiwa adalah immaterial.  
b.   Menurut Aristoteles, Keteraturan alam semesta ini ditentukan oleh gerak (motion). Gerak merupakan penyebab terjadinya perubahan (change) di alam semesta. Akhirnya akal manusia tiba pada suatu titik yang ultimate, yaitu sumber penyebab dari semua gerak, yaitu Unmoved Mover, Penggerak yang tadak digerakkan.
c.    Menurut Immanuel Kant, dalam diri setiap manusia ada dua kecenderungan yang bersifat niscaya, yaitu keinginan untuk hidup bahagia,  dan  berbuat baik. Kedua kecenderungan itu akan dapat terwujud dalam kehidupan manusia apabila dijamin oleh kebebasan kehendak keabadian jiwa, dan Tuhan sebagai penjamin hukum moral.
d.   Menurut Cristian Wloff mengkasifikasi metafisika menjadi dua yaitu, metafisika generalis (ontologi) dan metafisika specialis (kosmologi, psikologi, dan theologi). Dimana metafisika generalis adalah yang dapat di serap oleh inderawi, sedangkan metafisika specialis adalah yang tidak dapat di serap oleh inderawi.
2.    Pemikiran Metafsika Menurut Filosof Islam
a.    Al-Kindi
Tentang filsafat al-Kindi memandang bahwa filsafat haruslah diterima sebagai bagian dari peradaban Islam. Ia berupaya menunjukkan bahwa filsafat dan agama merupakan dua barang yang bisa serasi, ia menegaskan pentingnya kedudukan filsfat dengan menyatakan bahwa aktifitas filsafat yang definisi nya adalah mengetahui hakikat sesuatu sejauh batas kemampuan manusia dan tugas filosof adalah mendapatkan kebenaran.
Tentang metafisika alam al-Kindi mengatakan bahwa alam ini adalah illat-Nya. Alam itu tidak mempunyai asal, kemudian menjadi ada karena diciptakan Tuhan. Al-Kindi juga menegaskan mengenai hakikat Tuhan, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada menjadi ada, ia selalu mustahil tidak ada, jadi Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain.
b.   Al-Farabi
Bagi al-Farabi, filafat mencakup matematika, dan matematika bercabang pada ilmu-ilmu lain, sebagaimana ilmu itu berlanjut pada metafisika. Menurut al-farabi bagian metafisika ini secara lengkap dipaparkan oleh aristoteles dalam metaphysics yang sering juga diacu dalam sumber-sumber Arab sebagai “book of letters”, karya ini terdiri atas bagian utama yaitu menelaah yang ada jauh keberadaannya atas ontology. Menelaah beberapa kaidah pembuktian yang umum dalam logika, matematika dan fisika, atas epistimologi. Menelaah apa dan bagaimana substansi-substansi mujarad (immaterial) yang berjenjang ini menanjak dari yang terendah sampai ke yang tinggi dan berpuncak pada wujud yang sempurna. Dan tak ada yang lebih sempurna dari apa yang telah ada.
Tuhan adalah wujud yang sempurna, ada tanpa suatu sebab, kalau ada sebab baginya, maka adanya Tuhan tidak sempurna lagi. Berarti adanya Tuhan bergantung kepada sebab yang lain, karena itu ia adalah substansi yang azali, yang ada dari semula dan selalu ada, substansi itu sendiri telah cukup jadi sebab bagi keabadian wujudnya. Al-Farabi dalam metafisika nya tentang ketuhanan hendak menunjukkan keesaan Tuhan, juga dijelaskan pula mengenai kesatuan antara sifat dan zat (substansi) Tuhan, sifat Tuhan tidak berbeda dari zat Nya, karena Tuhan adalah tunggal.
c.    Al-Razi
Persoalan metafisika yang dibahas oleh al-Razi seperti halnya yang ada pada filsafat yunani kuno yaitu tentang adanya lima prinsip yang kekal yaitu: Tuhan, Jiwa Unversal, materi pertama, ruang absolut, dan zaman absolut. Secara prinsip tentang metafiska dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan substansi ketuhanan-nya kemudian akal, akal berfungsi menyadarkan manusia bahwa dunia yang dihadapi sekarang ini bukanlah dunia yang sebenarnya, dunia yang sebenarnya itu dapat dicapai dengan berfilsafat. Dalam karya tulis al-Razi, al-Tibb al-Ruhani (kedokteran Jiwa) tampak jelas bahwa ia sangat tinggi menghargai akal, dikatakannya bahwa akal adalah karya  terbesar dari Tuhan bagi manusia.

Sumber: Bagus Lorens, Suwandi. 1991. Metafisika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar