Secara umum,
untuk mengetahui dan mengenal filsafat lebih jauh maka kita harus mengetahui
terlebih dahulu karakteristik filsafat. Berfilsafat
adalah berfikir, namun tidak semua berfikir adalah berfilsafat. Berfikir
filsafat mempunyai karakteristik atau ciri-ciri khusus. Bermacam-macam buku
menjelaskan cirri-ciri berfikir filsafat dengan bermacam-macam pula. Tidak lain
diantaranya akan dijelaskan sebagai berikut:
1. karakteristik filsafat dirumuskan
pada empat macam sifat. Yaitu:
a. Skeptisis
Skeptisis adalah
sifat keragu – raguan terhadap suatu kebenaran sebelum memperoleh argument yang
kuat sebelum memperoleh terhadap kebenaran tersebut, dan sifat skeptisis ini
dapat dikelompokkan kepada tiga bagian,
yaitu:
1)
bersifat
gradusi yaitu sifat ragu yang naik menjadi yakin.
2)
bersifat
degradasi yaitu sifat yakin yang turun menjadi
ragu.
3)
bersifat bertahan yaitu
tetap pada posisi semula.
Skeptisisme yang
dimaksud dalam filsafat ialah didalam bentuk yang pertama, yaitu graduasi. Descartes menganjurkan agar
setiap konsep / kebenaran, walau telah diketahui kebenarannya tetapi harus
diragukan terlebih dahulu sebelum memperoleh argumentasi yang kuat terhadap
kebenaran tersebut. Oleh karena itulah sikap skeptisisme Descartes bersifat metodologis, yaitu secara metode,
segala sesuatu harus diragukan terlebih dahulu untuk menganalisanya lebih
dalam, sehingga memperoleh argumentasi tentang kebenaran sesuatu
Dalam kaitannya
dengan agama, skeptisisme memiliki makana eksklusif , yaitu bukan meragukan
kebenaran ajaran agama. Karena hal itu bertentangan dengan ajaran agama
sendiri, melainkan meragukan kemampuan manusia dalam memperoleh kebenaran
tersebut. Dengan kata lain, adanya kebenaran tidak diragukan, yang diragukan
ialah kemampuan memperoleh kebenaran tersebut.
b. Komunalisme
Komunalisme
berasal dari kata komunal yang
berarti umum. Maksudnya ialah hasil pemikiran filsafat adalah milik masyarakat
umum. Tidak memandang ras, kelas ekonomi, dan lain – lain. Misalnya, hasil
pemikiran Yunani dimanfaatkan oleh orang Asia, Eropa, Afrika, dan lain –
lainnya. Terlepas dari sesuai atau tidaknya pemikiran tersebut dengan situasi dan kondisi dimana filsafat
itu dipraktikkan.
c. Desintrestedness
Berasal dari
kata interest yang berarti
kepentingan, kemudian diberi awalan dis
yang berarti tidak. Disinterestedness berarti suatu kegiatan (aktifitas)
kefilsafatan tidak dimotivasi dan tidak bertujuan untuk kepentingan tertentu.
Seperti dalam ungkapan Karl
Marx.
“The philosopher have
only interpered the world in differen
way, but howefer is to change it” (tugas seorang filsuf tidak hanya
sekedar menjelaskan dunia, melainkan sekaligus merubahnya).
Jadi, seorang
filsuf adalah seorang pemikir bebas,
sesuai apa adanya bukan bagaimana seharusnya. Disinilah keberadaan seorang
filsuf diuji. Ia bertugas “menjelaskan dunia” atau bahkan “merubah dunia”.
Dengan kata lain, filsuf tidak berada
pada status mempertahankan, melainkan menjelaskan dan merobahnya kepada kondisi
ideal.
d.
Universalisme
Istilah
universalisme berasal dari kata universal yang berarti menyeluruh. Yaitu
berfilsafat adalah hak seluruh
ummat manusia secara umum.
Perbedaanya dengan komunalisme ialah pada isinya. Jika komunalisme mengandung
makna bahwa isi / hasil temuan filsafat menjadi milik semua ummat manusia kapan
dan dimana saja. Sedangkan universalisme berbicara dari segi hak.. yaitu semua
manusia berhak melakukan kajian filsafat.
Kedua,
kita akan membahas sifat
berifikir filsafat, Jika di bahas secara luas ada banyak sekali
karakteristik/sifat-sifat berfikir filsafat. Secara khusus sifat berfikir
filsafat ada tiga, yaitu :
1)
Sifat
berfikir filsafat yang pertama adalah sifat radikal. Berfilsafat berarti berfikir radikal. Filsuf adalah pemikir yang
radikal. Karena berfikir secara radikal, ia tidak akan pernah berhenti hanya
pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berfikirnya itu akan senantiasa
mengobarkan hasratnya untuk menemukan realitas seluruh kenyataan, berarti
dirinya sendiri sebagai suatu realitas telah termasuk ke dalamnya sehingga ia
pun berupaya untuk mencapai akar pengetahuan tentang dirinya sendiri.
Telah jelas bahwa artinya berfikir radikal bisa diartikan
berfikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai kepada
konsekuensinya yang terakhir. Berfikir itu tidak setengah-setengah, tidak
berhenti di jalan tetap terus sampai ke ujungnya. Berfikir radikal tidak
berarti hendak mengubah, membuang atau menjungkirbalikkkan segala sesuatu,
melainkan dalam arti sebenarnya, yaitu berfikir secara mendalam. Untuk mencapai
akar persoalan yang dipermasalahkan. Berfikir radikal justru hendak memperjelas
realitas.
Contoh ilustrasi berpikir secara
radikal yaitu, ketika rapat penetapan standar kompetensi sebuah mata pelajaran
yang akan digunakan sering kali terjadi perbedaan pendapat dari forum, sehingga
sering kali tidak mendapat jalan keluarnya. Untuk memecahkan masalah seperti
ini forum harus mencoba berfikir sampai ke akar-akarnya tentang tujuan
kompetensi lulusan yang akan dicapai. Diharapakan dengan berfikir seperti ini
akan lebih menyatukan pendapat dan menyamakan tujuan yang tadinya masih berbeda
pemahaman.
2)
Sifat berfikir filsafat yang kedua adalah sifat rasional. Perenungan
kefilsafatan berusaha menyusun suatu bahan konsepsional yang bersifat rasional.
Yang dimaksudkan dengan bagan konsepsionl yang bersifat rasional ialah bagan
yang bagian-bagiannya secara logis berhubungan satu dengan yang lain.
Berpikir secara rasional berarti berpikir logis,
sistematis, dan kritis berpikir logis adalah bukan hanya sekedar menggapai
pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar
sanggup menarik kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari
premis-premis yang digunakan.
Berpikir logis yang menuntut pemikiran yang sistematis.
Pemikiran yang sistematis ialah rangkaian pemikiran yang berhubungan satu sama
lain atau saling berkaitan secara logis. Berfikir kritis berarti membakar kemampuan untuk
terus menerus mengevaluasi argument-argumen yang mengklaim diri benar. Seorang
yang berpikir kritis tidak akan mudah menggenggam suatu kebenaran sebelum
kebenaran itu dipersoalkan dan benar-benar diuji terlebih dahulu. Berpikir logis,
sistematis - kritis adalah ciri utama berfikir rasional.
Contoh berfikir filsafat dalam sifat rasional.
misalnya ketika kita
berbicara mengenai “cahaya” yang begitu terang. Dan ketika kita tahu bahwa
cahaya merupakan “benda”. Dan pengamatan kita akan cahaya yang begitu tiba-tiba
menerangi daerah dengan luas yang jauh dapat dipastikan bahwa pikiran kita akan
menyimpulkan bahwa Cahaya memiliki “kecepatan yang tinggi” meskipun tidak
mengetahui kecepatan yang pastinya.
3)
Sifat
berfikir filsafat yang ketiga adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak
puas jika mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Ingin melihat
hakikat ilmu dalam pengetahuan yang lainnya, ingin mengetahui kaitan ilmu
dengan moral, kaitan ilmu dan agama, dan ingin meyakini apakah ilmu itu membawa
kebahagiaan kepada manusia. Perenungan kefilsafatan
berusaha menyusun suatu bagan konsepsional yang memadai untuk dunia tempat kita
hidup maupun diri kita sendiri. Suatu sistem filsafat harus bersifat
komprehensif, dalam arti tidak ada sesuatu pun yang berada di luar jangkauannya
jika tidak demikian, filsafat akan ditolak serta dikatakan berat sebelah dan
tidak memadai.
Berfikir universal tidak berpikir khusus,
terbatas pad bagian-bagian tertentu, namun mencakup secara keseluruhan.
Berpikir filsafat harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada pada
alam semesta, tidak terpotong-potong.
Pemikiran
yang tidak hanya berdasarkan pada fakta yaitu tidak sampai kesimpulan khusus
tetapi sampai pada kesimpulan yang paling umum. Sampai kepada kesimpulan yang
paling umum bagi seluruh umat manusia di manapun kapanpun dan dalam keadaan
apapun.
Contoh berfikir filsafat dalam sifat menyeluruh.
misalnya untuk memperoleh gelar spesialis kandungan, seorang harus
memulai pendidikan secara runtut, yaitu mulai dari pendidikan dokter, profesi,
hingga kespesialis. Dokter spesialis kandungan harus memahami seluruh bagian
dari anatomi tubuh wanita, tidak hanya bagian tertentu saja. Dokter kandungan
juga mempelajari semua bidang yang ada dikedokteran, tidak hanya mempelajari
satu bidang saja.
Sumber:
Ahmadi, Asmoro. 2013. Filsafat umum. Jakarta:
Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar