Kamis, 29 Desember 2016

Etika Keilmuan



Hubungan Etika dengan Ilmu
Etika mempunyai sifat yang sangat mendasar, yaitu sifat kritis. Etika mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku, menyelidiki dasar norma-norma itu, mempersioalkan hak dari setiap lembaga seperti orang tua, negara, dan agama untuk memberi perintah atau larangan yang harus ditaati. Hak dan wewenang untuk menuntut ketaatan dari lembaga tersebut harus dan perlu dibuktikan. Dengan demikian, etika menuntut orang bersikap rasioanal terhadap semua norma. Sehingga etika akhirnya membantu manusia menjadi lebih otonom.

Otonomi manusia tidak terletak pada kebebasan daru segi norma dan tidak sama dengan kesewenang-wenangan, melainkan tercapai dalam kebebasan dari segala norma dan tidak sama dengan kesewenang-wenangan, malainkan tercapai dalam kebebasan untuk mengakui norma-norma yang diyakininya sendiri sebagai kewjibannya. Dengan demikian, etika dibutuhkan sebagai pengantar pemikiran yang kritis, yang dapat membedakan antara apa yang sah dan yang tidak sah, membedakan apa yang benar dan apa yang tidak salah. Dengan demikian, etika memberibkemungkinan kepada kita untuk mengambil sikap sendiri serta ikut menentukan arah perkembangan masyarakat.
Menurut Suriasumantri (1995:233) antara ilmu dan etika mempunyai hubungan yang sangat erat. Ada yang berpendapat bahwa ilmu bebas nilai karenabseaungguhnya ilmu iti memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Ada dua paham yang berkaitan dengan nilai, pertama, fase empiris, pada fase ini si zaman Yunani dulu Aristoteles mengatakan bahwa ilmu tidak mengabdi pada pihak lain. Ilmubdipelajari manusia demi ilmu itu sendiri. Kegiatan berilmu merupakan kegiayan yang mewah yang menyegarkan jiwa.
Dengan ilmu orang banyak memperoleh pengertian tentag dirinya dan alam di sekitarnya. Pada fase generasi berikutnya. Belum ada tuntutan supaya mengembangkannilmu, baru pada abad ke-17 ilmu giat dikembangkan dan orang sudah mulai mencari apa tujuan sebenarnya dari ilmu tersebut. Jadi, fase yang sifatnya empiris rasional kemudian berkembang menjadi fase eksperimental rasional. kedua, paham pragmatis yang berpendapat bahwa du dalam ilmu terdapat nilai yang mendorong manusia bersikap hormat pada ilmu. Hormat ini mula-mula ditunjukan hanya pada ilmu yang diterapkan pada kehidupan saja karena nilai dari ilmu terletak pana penerapannya. Ilmu mengejar kebenaran yang merupakan intibetika ilmu tatapi kebenaran itu dituntukan oleh derajat penerapan praktis dari suatu ilmu.

            Sumber: Susanto, A. 2011. Fisafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara


Tidak ada komentar:

Posting Komentar