Tema fisafat Hegel adalah Ide Mutlak. Oleh
karena itu, semua pemikirannya tidak terlepas dari ide mutlak, baik berkenaan
dari sistemnya, proses dialektiknya, maupun titik awal dan titik akhir
kefilsafatannya. Oleh karena itu pulalah filsafatnya disebut filsafat idealis,
suatu filsafat yang menetapkan wujud yang pertama adalah ide (jiwa).
1.
Rasio,ide dan roh
Hegel sangat mementingkan rasio, tentu saja
karena ia seorang idealis. Yang dimaksud olehnya bukan saja rasio pada manusia
perseorangan, tetapi rasio pada subjek absolut karena Hegel juga menerima
prinsip idealistik bahwa realitas seluruhnya harus disetarafkan dengan suatu
subjek. Dalil Hegel yang kemudian terkenal berbunyi: “ Semua yang real bersifat
rasional dan semua yang rasional bersifat real.” Maksudnya, luasnya rasio sama
dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran (idea,
menurut istilah Hegel) yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan
lain, realitas seluruhnya adalah Roh yang lambat laun menjadi sadar akan
dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja beraksi terhadap
kecenderungan intelektual ketika itu yang mencurigai rasio sambil
mengutamakan perasaan.
Pusat fisafat Hegel ialah konsep Geist
(roh,spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit
dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkret,
kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai world of spirit
(dunia roh), yang menempatkan ke dalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran
diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia.
Demi alam kembalilah idea atau roh kepada diri
sendiri. Dalam fase ini, mula-mula roh itu merupakan roh subjektif, kemudian
roh objektif, dan akhirnya roh mutlak. Sebagai roh subjektif, roh itu
mengenal dirinya dan merupakan tiga tingkatan: antropologi, fenomologi, dan
psikologi. Dalam antropologi, kenalah roh itu akan dirinya dalam penjelmaan
pada alam. Dalam fenomenologi, kenalah dia akan dirinya dalam perbedaannya
dengan alam. Adapun pada psikologi, roh mengenal dirinya dalam kemerdekaan
terhadap alam, mula-mula teoritis, kemudian praktis dan akhirnya merdekalah roh
itu. Maka meningkatlah kepada roh objektif. Roh objektif ini roh mutlak
yang menjelma pada bentuk-bentuk kemasyarakatan manusia, hak dan hukum
kesusilaan dan kebajikan. Dalam hak dan hukum terdapat penjelmaan roh merdeka
itu pada hukum-hukum umum. Di samping itu adalah kesusilaan yang merupakan
kebatinan. Pada sintesis keduanya itu terlahirlah kebajikan.
Sampailah sekarang kepada roh mutlak. Roh mutlak
itu ialah idea yang mengenal dirinya dengan sempurna itu merupakan sintesis
dari roh subjektif dan objektif. Tak ada lagi, pertentangan antara subjek dan
objek antara berpikir dan ada. Oleh karena roh mutlak ini sebenarnya gerak
juga, maka dia menunjukkan perkembangan juga: seni (tesis), agama (antitesis)
dan kemudian filsafat (sintesis). Seni itu memperlihatkan idea dalam pandangan
indera terhadap dunia, objeknya masih di luar subjek. Adapun agama tidak lagi
mempunyai subjek di luar objek, melainkan di dalamnya. Tetapi segala pengertian
dan gambaran agama itu dianggap ada. Filsafat akhirnya merupakan sintesis dari
seni dan agama merupakan paduan yang lebih tinggi. Di sinilah idea mengenal
dirinya dengan sempurna. Dalam sejarah filsafat ternyata benar gerak idea itu,
yaitu tesis, antitesis, dan akhirnya sintesis. Misalnya: Parmenides (tesis),
Heraklitos (antitesis), dan Plato (sintesis).
2.
Dialektika
Untuk menjelaskan filsafatnya, Hegel menggunakan
dialektika sebagai metode. Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika adalah
mendamaikan, mengompromikan hal-hal yang berlawanan. Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase
pertama (tesis) dihadapi fase kedua (antitesis), dan akhirnya timbul fase ketiga
(sintesis). Dalam sintesis itu, tesis dan antitesis menghilang. Dapat juga
tidak menghilang, dia masih ada, tetapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih
tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru,
dihadapi oleh antitesis baru, dan menghasilkan sintesis baru lagi, dan
seterusnya. Tesis adalah pernyataan atau teori
yang didukung oleh argumen yang dikemukakan, lalu antitesis
adalah pengungkapan gagasan yang bertentangan. Sedangkan sintetis adalah
paduan (campuran) berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang
selaras. Contoh: tesis, antitesis, dan sintesis.
a. Yang “ada” (being) merupakan tesis kemudian
berkontraksi dengan “tak ada” (not being)
sebagai antitesis, kemudian menghasilkan menjadi (becoming) sebagai sintesis.
b. Dalam keluarga,
suami-istri adalah dua makhluk berlainan yang dapat berupa tesis dan antitesis.
Anak dapat merupakan sintesis yang mendamaikan tesis dan antitesis.
c. Mengenai bentuk
Negara Tesis : Negara diktator. Di Negara ini hidup kemasyarakatan diatur
dengan baik, tetapi para warganya tidak mempunyai kebebasan apapun juga.
Sumber: Hegel,G.W.F. 2002. Filsafat
Sejarah. Yogyakarta: pustaka pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar