Kamis, 29 Desember 2016

Perkembangan Filsafat Politik



1.    Filsafat Politik Barat
a.    Klasik
Pada jaman klasik, masih cenderung kepada tokoh sejarah seperti socrates,plato dan aristoteles, kemudian mengenai konsep kekuasaan, kedaulatan negara dan hakikat hukum. Socrates lahir pada tahun 470 SM. Anak dari Sophroniskos seorang tukang batu dan Phainarete adalah seoarang bidan. Sokrates adalah murid dari Arkhelaos, filsuf yang mengganti Anaxagoras di Athena. Ajaran – ajaran Socrates diantarannya berupa metode, etika dan pemikiran tentang politik. Plato tidak membatasi perhatiannya pada persoalan-persoalan etis saja, seperti dilakukan oleh Sokrates, melainkan ia mencurahkan minatnya kepada suatu lapangan luas sekali yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan.

Pokok pemikiran Aristoteles dari sudut epistimologis menyangkut logika, filsafat pengetahuan, filsafat manusia, metafisika dan etika serta filsafat Negara. Aristoteles mencetuskan pemikirannya ketikamulai runtuhnya konsep pemerintahan polis di athena. Saat itu berlaku konsep mengenai kosmopolitan hellenisme yang diptakarsai oleh Alexander de great. Di dalam politica menegaskan tentang harus adanya jarak antar ruang pribadi dengan ruang awam dan ruang politik dengan ruang non-politik. Karena pemikiran itulah akhirnya Plato memaparkan inti-inti mengenai konsep warga negara, konsep hak milik dan konsep komnitas politik. Konsep mengenai hak milik ini kemudian dikembnagkan oleh John Locke.
b.    Abad pertengahan
Filsafat barat abad pertengahan (476-1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berfikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktirn-doktrin gereja yang berdasarkan kenyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat samapai pada hukuman mati.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkam kemoderenan bangsa barat. Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, Yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik Terakhir.
c.    Modern/kontemporer
Dalam era modern/kontemporer, terdapat beberapa filsuf diantaranya yaitu Thomas Hobbes dan John locke.
1)   Thomas Hobbes
Dasar pemikiran filsuf ini berakar pada empirisme. Menurutya, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang akibat-akibat berdasrakan fakta yang bisa diamati. Ia berpendapat bahwa filsafat anyak disusupi oleh gagasan religius dan objek filsafat adalh objek yang bersifat lahiriah dan bergerak dengan cirinya masing-masing. Ia membagi filsafat menjadi empat bidang yaitu filsafat geometri, filsafat fisika, filsafat etika dan filsafat politik.
2)   John Locke
Menurut locke,kekuadaan negara adalah terbatas dan tidak mutlak. Dan tujuan pemdirian negara adalah untuk menjamin hak rakyatnya. Maka, peraturan harus mempunyai batasan. John locek dalam bukunya letters of toleration menyatakan bhawa jangan menyamakan antara agama dengan negara. Keduanya harus mempunyai pemisah karena tujuannya berbeda.
2.    Filsafat Politik Islam
a.    Garis Besar Filsafat Politik Islam
Islam merupakan agama universal yang memberikan pedoman setiap aspek kehidupan manusia. Termasuk didalamnya juga tentang (aspek) kehidupan bernegara. Khusus mengenai kehidupan bernegara, Islam memberikan pedoman amat global, hanya diajarkan prinsip-prinsipnya, guna memberi kesempatan bagi interpretasi dan perkembangan masyarakatnya, sesuai dengan kebutuhan hidup yang senantiasa berkembang. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran dalam bidang kehidupan politik memperoleh ruang gerak yang sangat luas. Berikut ini penulis akan mendiskripsikan garis besar tentang hal tersebut dengan mencoba menggali nuansa-nuansa yang telah termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah.
b.   Al- Farabi dan Filsafat Politik Islam
Filsafat politik Al-Farabi sendiri kiranya layak untuk mendapat perhatian kita, lebih sepuluh abad setelah masa hidup sang filosof. Mengapa?
Pertama, Al-Farabi adalah filosif politik islam par excellence. Filosof- filosof muslim yang datang setelahnya terbukyi tak banyak beranjak dari apa yang dikembangkan oleh Al-Farabi . Hal ini seperti diakui oleh para filosof-filosof penerusnya. Tokoh-tokoh dari kalagan islam seperti Ibnu Sina, Al-Ruzi, Al-Thusi maupun dari lingkungan agama lain, eperti Maimonides,  dan Ibn Gabirol, mengakui bahwa kualitas filsafat Al-Farabi khususnya di bidang politik, sulit di lampaui .
Kedua, banyak peneliti mengenai pemikiran Al-Farabi prcaya bahwa filsafat tokoh ini merupakan suatu upaya yang cukup berhasil untuk mengakomodasikan ajaran-ajaran islam ke batang tubuh filsafat klasik, betapapun kontroversialnya.
Ketiga, least but not least meskipun merupakan cerminan abad pertengahan filsafat politik al-farabi seperti di ungkapkan oleh Ibrahim Madkour , seorang ahli filsafat islam terkemuka, ia mengandung pengertian-pengertian modern, bahkan kontemporer.
Hubungan politik pemerintahan menurut Al-Farabi, bahwa manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat lantaran tidak mungkin memenuhi segala kebutuhanya sendiri tanpa melibatkan bantuan dan kerjasama dari orang lain. Adapun tujuan bermasyarakat adalah tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, melainkan juga untuk memenuhi kelangkapan hidup yang akan memberikan kebahagiaan , tidak saja material, tetapi juga di akhirat.[10]
c.    Al- Mawardi
Untuk menegakkan negara , dari segi politik, Mawardi berpendapat ada enam sendi dasar yang harus diupayakan, yaitu:
1)  Agama yang dihayati sebagai pengendali hawa nafsu dan pengawasan melekat atas hati nurani.
2) Penguasa yang berwibawa yang mampu mempersatukan aspirasi yang berbeda sehingga dapat mengantarkan negaramencapai tujuannya .
3)  Keadilan dalam arti luas , keadilan terhadap terhadap bawahan, atasan, dan mereka yang setingkat.
4)   Stabilitas keamanan yang terkendali dan merata
5) Kesuburan tanah (lahan) yang berkesinambungan, sehingga tidak tumbuh sebagai aggressor.
6)   Harapan kelangsungan hidup.
     Rasulullah bersabda "Adanya harapan adalah suatu nikmat dari Allah kepada umatku , kalau tidak ada harapan orang tidak akan (payah-payah) menanam pohon , dan seorang ibu tidak akan menyusui anaknya "
d.   Al-Ghazali
Sejalan dengan ilmuwan-ilmuwan sebelumnya, Ghazali juga berpendirian manusia itu makhlik sosial . Manusia tidak bisa hidup sendirian disebabkan dua faktor.
1)   kebutuhan akan keturunan demi kelangsungan hidup umat manusia hal ini diperlakukan hubungan antara laki-laki dan perempuan, serta keluarga saling membantu dan menyediakan kebutuhan hidup seperti makanan , pakaian dan penidikan. Bagi Ghazali, profesi politik meliputi empat departemen, yaitu:
a)     Departemen agraria untuk menjamin kepastian hak atas tanah
b) Departemen pertahanan dan keamanan (hankam) untuk menjamin keamanan dan pertahanan Negara
c)    Departemen ketahanan
d)    Kejaksaan
      Kesemuanya untuk menyelesaikan sengketa dan untuk menyusun undang undang dan peraturan guna menjamin keserasian hubungan antar warga negara dan melindungi setiap warga dari pelanggaran hak, baik oleh sesama , maupun oleh negara itu sendiri.

Sumber: Muhammad Azhar, MA. 1996. Filsafat Politik Perbandingan Antara Islam dan Barat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, halaman 75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar