Minggu, 01 Januari 2017

Tingkat dan Kriteria Kebenaran



1.    Tingkat-Tingkat Kebenaran
Kebenaran yang dicari manusia dapat dicapai dengan berbagai cara. Di antara sekian banyak sumber, rasio dan pengalaman inderawi merupakan sumber utama sekaligus ukuran kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Sumber lain seperti yang dikatakan oleh Ansar Bahtiar adalah iluminasi atau intuisi. Selain itu, agama dan dogma termasuk sumber kebenaran. Karena keaneka ragaman sumber tersebut, maka kebenaran itu terbagi atas beberapa macam tingkatan, tergantung dari segi mana orang berpijak untuk membaginya.

a.    Dipandang dari segi "perantara" untuk mendapatkannya, kebenaran terbagi atas:
1)Kebenaran inderawi (empiris) yang ditemui dalam pengamatan dan pengalaman.
2)   Kebenaran ilmiah ( rasional) yang diperoleh lewat konsepsi akal.
3)   Kebenaran filosofis, yang dicapai melalui perenungan murni.
4)   Kebenaran religious, yang diterima melai wahyu Ilahi.
b.  Dilihat dari segi "kekuasaan" untuk menekan orang menerimanya, kebenaran terbagi dua:
1) Kebenaran subyektif, yang diterima oleh subyek pengamat sendiri sesuai dengan angggapan moral si subyek.
2) Kebenaran obyektif, yang diakui tidak hanya oleh subyek pengamat, tetapi juga oleh subyek-subyek lainnya, sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir.
Tiap orang menganggap pengetahuannya benar, apakah kita mengetahui kebenarannya atau tidak, tergantung pada pembuktian. Bukti adalah tanda kebenaran manakala pengetahuan itu sesuai subyek yang diketahui, maka ia adalah kebenaran obyektif.
c. Dari segi "kualitasnya( tinggi rendahnya)" kebenaran bertolak seberapa jauh keselasaran tanggapan subyek dengan kenyataan obyek. Menurut Karl R. Popper, tinggi rendahnya kebenaran itu adalah gagasan tentang tingkat korespandensinya yang lebih baik atau lebih buruk terhadap kebenaran atau ide tentang keserupaan yang lebih besar terhadap kebenaran. Misalnya pemikiran akan jawaban soal tergantung pada pemahaman atau tanggapan subyek (peserta ujian) mengenai soal tersebut. Yang akhirnya hasil ujian ini beraneka ragam ada yang tinggi dan ada yang rendah. Lebih jelasnya, kualitas kebenaran itu ada 3 yaitu:
1) Kebenaran mutlak (absolut), yakni kebenaran yang sebenar-benarnya, kebenaran sejati, sempurna atau hakiki.
2) Kebenaran nisbi (relatif), yang masih beragam sifatnya, belum utuh, dan masih mengandung kesaiahan dan yang berlaku pada masa tertentu.
3)   Kebenaran dasar, kebenaran yang tidak dapat dipersalahkan dan masih perlu penegasan.
Pada dasarnya filsafat dan ilmu bertujuan ingin mencapai kebenaran mutlak namun sepanjang sejarah perkembangan manusia hanya mampu mencapai kebenaran relatif dan spekulatif. Kenyataan dengan mengingat kita akan keterbatasan manusia. Selama manusia hanya mengandalkan dirinya sendiri, dia tidak akan mampu mencapainya tanpa dukungan dari luar diri manusia, yakni wahyu. Kebenaran spekulatif dan relatif ini, suatu saat akan ditinggalkan manusia, pada saat ditemukan teori baru yang lebih benar .
2.    Kriteria kebenaran
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama, oleh karena itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai criteria kebenaran dan criteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut.
Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai criteria kebenaran masing-masing. Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu:
a. Bepikir secara luas dapat pula disebut logika. Dalam hal ini, tiap bentuk penalaran mempunyai logikanya sendiri. Dengan kata lain, bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis yang diartikan sebagai suatu pola logika tertentu.
b.  Analitik, penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang logis dan ilmiah.

c.    Non analitik, cara berpikir ini tidak rnenyandarkan pada suatu pola pikir tertentu.
d. Dogmatis, ini adalah manifestasi dari keyakinan terhadap suatu agama dan diyakini kebenarannya.
Kebenaran pengetahuan dalam pandangan Sains jelas berbeda dengan kebenaran pengetahuan menurut filsafat dan Agama. Masing-masing memilki kriteria tersendiri. Sains berobyek empiris berparadigma positivistis bernntode sains dan berukuran logis dan bukti empiris. Filsafat berobyek abstrak logis, berparadigma logis, bermetode rasio dan berukuran logis sementara Agama berobyeak abstrak supralogis atau metarasional, berparadigma mistis bermetode latihan mistik atau riyadlah berukuran rasa yakin, kadang-kadang empiris.

Sumber: Mohammad Noor Syam.m1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikani Pancasila. Surabaya:Usaha Nasional, hal. 90

Tidak ada komentar:

Posting Komentar