Positivisme memuat nilai-nilai dasar yang diambil
dari tradisi ilmu alam, yang menempatkan fenomena yang dikaji sebagai objek
yang dapat dikontrol, digeneralisasi sehingga gejala ke depan bisa diramalkan.
Yang mana positivisme menganggap ilmu-ilmu alam adalah satu-satunya ilmu
pengetahuan yang secara universal adalah valid. Jadi, ajaran di dalam filsafat
positivisme dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Positivisme bertolak dari pandangan
bahwa filsafat positivisme hanya mendasarkan pada kenyataan (realita, fakta)
dan bukti terlebih dahulu.
2.
Positivisme tidak akan bersifat
metafisik, dan tidak menjelaskan tentang esensi
3. Positivisme tidak lagi menjelaskan
gejala-gejala alam sebagai ide abstrak. Gejala-gejala alam diterangkan berbasis
hubungan sebab-akibat dan dari itu kemudian didapatkan dalil-dalil atau
hukum-hukum yang tidak tergantung dari ruang dan waktu.
4. Positivisme menempatkan fenomena yang
dikaji sebagai objek yang dapat digeneralisasi sehingga kedepan dapat
diramalkan (diprediksi).
5. Positivisme menyakini bahwa suatu
realitas (gejala) dapat direduksi menjadi unsur-unsur yang saling terkait
membentuk sistem yang dapat diamati.
Ø Konsep Positivisme serta Kelemahan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Konsep positivisme adalah penelitian dengan metode
kuantitatif yang bersifat obyektif, dan juga Hipotetik. Di dalam konsep
tersebut terdapat beberapa kelemahan yaitu sebagai berikut:
a. Analisis
biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar
terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini
dikarenakan manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.
b. Akibat
dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya,
maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya
kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu
didalam ajaran Agama adalah benar kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini
ditandai pada saat paham positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orang
yang tidak percaya kepada agama semakin meningkat.
c. Manusia
akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa
bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistik semua hal itu
dinafikkan.
d. Hanya
berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan
pengetahuan yang valid.
e. Positivisme
pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat
dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca
indera. Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan
tidak sempurna. Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal
banyak hal yang tidak nampak dapat dijadikan bahan kajian.
f. Hukum
tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang
optimis, tetapi juga terkesan lincah – seakan setiap tahapan sejarah evolusi
merupakan batu pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian
bermuara pada puncak yang digambarkan sebagai masyarakat positivistik.
Sumber:
Achmadi Asmoro. 2012. Filsafat Umum.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 120.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar