Minggu, 01 Januari 2017

Sejarah Kemunculan Positivisme Logis



Positivisme logis muncul dari hasil perombakan dari positivisme yang mana Positivisme  logis merupakan aliran pemikiran dalam  filsafat yang membatasi  pikirannya  pada  segala  hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan  atau  pada  analisis  definisi antara  istilah-istilah.  Fungsi  analisis  ini mengurangi  metafisik  dan  meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari  pembahasan  ini  adalah menentukan isi  konsep-konsep  dan  pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diversifikasi secara empiris.

Positivisme  logis  adalah  filsafat  ilmu pengetahuan yang timbul pada abad  ke-20  di Wina,  ibu  kota  kekaisaran Habsburg  dan  pusat  dunia  musik  di Austria,  Eropa  Tengah.  Pada  abad  ke-19 sudah  ada  beberapa  orang  yeng memperhatikan  pengembangan  ilmu pengetahuan  dan menulis  tentang  gejala ini. Namun usaha-usaha mempelajari ilmu pengetahuan itu belum bersifat sistematis dan  juga  belum  bertujuan  menghasilkan teori.  Positivisme  logis  adalah  usaha pertama yang tertuju pada sasaran ini dan berkembang pada masa M.Schlick  (1882-1936)  menjadi  maha guru  filsafat  ilmu pengetahuan induktif di Universitas Wina. Schlick  membentuk  kelompok  bersama antara lain  R.  Carnap  (1891-1970),  ahli logika,  Ph.Frank,  ahli  ilmu pasti, V. Kraft, ahli sejarah, H. Feigl dan F. Waismann, dua ahli  filsafat.  Kelompok  ini  disebut    Der Wiener  Kreis    (Kelompok  Wina).  Pada tahun 1929 R. Carnap, bersama   H. Hahn, ahli  ilmu  pasti,  dan  O  Neurath  (1882-1945), ahli Sosiologi menerbitkan sebuah manifes  yang  berjudul,  Wissenschaftliche Weltauf fassung “Der  Wiener  Kreis” (pandangan  Dunia  Ilmiah,  Kelompok Wina).  Tulisan  ini  mendapat  sambutan hangat di beberapa negara  lain. Di Berlin, ibukota  Jerman,  dibentuk  satu  kelompok yang disebut Der Beriner Gruppe (Kelompok  Berlin)  yang  meliputi antara  lain H. Reichenbach (1891-1953), R. Von  Mises  dan C.G  Hempel  .  Di Inggris A.J Ayer juga tertarik  pada positivisme logis. Di Amerika Serikat C. Morris  dan  E. Nagel mengikuti aliran  filsafat  ilmu pengetahuan  ini. 
Positivisme  Logis  merupakan  aliran pemikiran  yang membatasi  pikiran  pada segala hal  yang dapat dibuktikan dengan pengamatan  atau  pada  analisis  defnisi dan relasi  antara  istilah-istilah.  Tugas pertamanya dipersiapkan untuk  ilmu dan yang kedua  khusus  untuk  filsafat. Karena menurut positivisme  Logis,  filsafat  ilmu  murni hanya sebagai suatu analisis logis tentang bahasa ilmu atau sebuah proposisi saja. Fungsi  analisis  ini disatu  pihak, mengurangi  “metafisika”, dan di lain pihak, meneliti struktur logis pengetahuan ilmiah. Penelitian ini  bertujuan menentukan isi konsep-konsep dan pernyatan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.
Mengenai tugas filsafat sebagai analisis logis terhadap pengetahuan ilmiah, maka berkembanglah sebuah prinsip yang disebut verifikasi atau kriteria kebermaknaan. Menurut Anyer Ihwal hubungan antara proposisi sebagai simbol dengan  realitas yang disimbolkannya perlu ditempuh lewat prinsip verifikasi.
Ø Berikut prinsip-prinsip verifikasi:
1.  Suatu proposisi (pernyataan) dianggap bermakna manakala secara prinsip dapat diverifikasi. Arti suatu pernyataan adalah sama dengan metode verifikasinya yang berdasarkan pengalaman empiris.
2. Yang mesti dilakukan itu adalah verifikasi bukan menghasilkan suatu pernyataan yang mesti benar. Proposisi “di rumah itu ada tiga orang pencuri” adalah bermakna walaupun setelah diverifikasi ketiga pencuri itu tidak ada. Ungkapan “ John tidak akan mati” bermakna sebab kalimat itu dapat diverifikasi untuk membuktikan ketidakbenarannya secara empiris. Sebaliknya ungkapan “hari ini cuaca lebih baik daripada di luar” tidak bermakna, sebab dalam ungkapan itu sendiri terdapat kontradiksi (pertentangan).
3.  Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat diverifikasi pada hakikatnya pernyataan itu tidak bermakna. Pernyataan-pernyataan metafisik tidaklah bermakna karena secara empirik tidak dapat diverifikasi, atau tidak dapat di analisis secara empirik. Kalimat metafisik God Exists bukanlah kalimat yang secara faktual bermakna. Demikian pula halnya kalimat God does not exist.

Sumber: Chaedar Alwasilah. 2010. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 29.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar