A.
Pengertian
Relativisme
Secara umum Relativisme dapat
didefinisikan sebagai penolakan terhadap bentuk kebenaran universal tertentu.
Dengan definisi ini, mungkin saja terdapat berbagai bentuk relativisme.
Relativisme dapat dibahas di berbagai bidang. Kesamaan yang dimiliki oleh semua
bentuk atau subbentuk relativisme adalah keyakinan bahwa sesuatu (misalnya,
pengetahuan atau moralitas) bersifat relative terhadap prinsip tertentu dan
penolakan bahwa prinsip itu mutlak benar.
Perbedaan antara bentuk dan subbentuk
ini terkait erat dengan perbedaan objek-objek (antara berbagai bentuk) dan
perbedaan prinsip (antara berbagai subbentuk, semisal perbedaan antara
relativisme etika individual, yang menjadikan kerangka etika sebagai varian
individual dan relativisme etika sosial yang menjadikan kerangka etika sebagai
varian sosial.
1. Relativisme
Etika
Ada beragam difinisi
relativisme etika yang dikemukakan oleh berbagai penulis. Menurut pengertian
yang lazim, relativisme etika adalah pandangan bahwa tidak ada prinsip moral yang
benar secara universal; kebenaran semua prinsip moral bersifat relative
terhadap budaya atau pilihan individu. Persoalan pada definisi semacam ini
adalah bahwa ia tidaklah komprehensif. Ada pelbagai bentuk dan versi
relativisme etika dan definisi ini dianggap memadai hanya untuk satu bentuk
relativisme etika, yang nanti kita sebut sebagai relativisme “meta-etis”.
Persoalan lain adalah
bahwa orang- orang dengan kedudukan yang berbeda sering kali mendefinisikan
relativisme secara berbeda. Persoalan ini membuat para tokoh semacam Mark P.
Whitaker menyatakan bahwa mendefinisikan relativisme berarti mengambil posisi
dalam kontroversi seputar relativisme.
Definisi relativisme
etika yang tepat harus mempertimbangkan relativisme etika yang lebih dari
sekadar klaim sederhana bahwa manusia mungkin saja memiliki putusan moral yang
berbeda dalam berbagai kasus atau klaim bahwa berbagai pandangan moral yang
saling bertentangan mungkin saja benar. Sebuah definisi yang tepat juga harus
komprehensif dan bebas dari ketergantungan pada posisi tertentu dalam
perdebatan relativisme etika. Karena luar biasa sulit (atau mungkin mustahil)
untuk menyajikan sebuah difinisi relativisme etika sebuah difinisi umum yang tidak terlalu pasti
dan secara substansial mendefinisikan berbagai bentuk secara terpisah.
2. Relatifitas
Hak – Hak Asasi Manusia
Hak – hak asasi manusia dilihat dari dua
sudut, pertama rumusan konkrit sebuah hak asasi selalu sama mungkin kurang
lebih sesuai dari apa yang akan dioperasionalisasikannya
saja yaitu dengan tuntutan martabat manusia tertentu. Suatu rumusan konkrit
tidak perah sempurna melainkan selalu masih dapat dibut lebih tepat, lebih
tajam, lebih jelas, kurang ambigu dan sebagainya. Jadi selalu ada kemungkinan
untuk lebih memperbaikinya kembali. Tak ada rumusan “suci”. Dan itu berarti
pula dari isi suatu rumusan. Contohkeutuhan seseorang sebagai manusia dewasa
tidak mungkin dijamin apabila apa yang dimilkinya terus menerus dicampuri orang
lain atau pihak lain. Tetapi untuk mecegah hal itu, tidak perlu hak milik
pribadi dinyatakan sama sekali tidak boleh dicampuri oleh masyarakat seperti
yang dituntut oleh John Locke. Tujuan dasar juga terjamin apabila hak asasi
atas milik pribadi dirumuskan secara relatif, artinya bahwa seperlunya dan
dengan menjamin keadilan, negara berhak untuk membatasinya.
Kedua, bahwa dan bagaimana suatu
tuntutan martabat manusia dianggap perlu dirumuskan sebagai hak asasi yang
selalu merujuk pada sistem kekuasaan atu truktursosial budaya tertentu yang
mengancam harkat manusiawi kehidupan sebagai dari anggota masyarakat itu.
Diluar konteks ituhak – hak asasi tidak akan dimengerti dalam magsud yang
sebenarnya, akan dianggap asing, atau bahkan dianggap sebagai gangguan terhadap
pola kehidupan sosial yang terasa sebagai cukup memedai. Misalnya tidak masuk
akal untuk agar masyarakat suku terasing memberikan kedudukan kepada hak – hak
asasi manusia.
Salah satu kesimpulan dari relivitas itu
adalah bahwa daftar – daftar hak asasi manusia yang sudah dirumuskan tidak
begitu saja dapat diambil oper oleh masyarakat lain. Setiap bangsa harus
merumuskan sendiri patokan – patokan dasar kehidupan bersama yang mereka anggap
menjamin harkat manusiawi dengan bertolak dari kebutuhan dan cita – cita mereka
sendiri.
Sumber: Franz
Magnis-Suseno. 1987. Etika
Politik “Prinsip – prinsip moral dasar Kenegaraan modern”. Jakarta:
Gramedia
Shomali Mohammad
A. 2001. Relativisme
Etika. Jakarta: Serambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar