Minggu, 01 Januari 2017

Relativisme



A.  Pengertian Relativisme
Secara umum Relativisme dapat didefinisikan sebagai penolakan terhadap bentuk kebenaran universal tertentu. Dengan definisi ini, mungkin saja terdapat berbagai bentuk relativisme. Relativisme dapat dibahas di berbagai bidang. Kesamaan yang dimiliki oleh semua bentuk atau subbentuk relativisme adalah keyakinan bahwa sesuatu (misalnya, pengetahuan atau moralitas) bersifat relative terhadap prinsip tertentu dan penolakan bahwa prinsip itu mutlak benar.

Perbedaan antara bentuk dan subbentuk ini terkait erat dengan perbedaan objek-objek (antara berbagai bentuk) dan perbedaan prinsip (antara berbagai subbentuk, semisal perbedaan antara relativisme etika individual, yang menjadikan kerangka etika sebagai varian individual dan relativisme etika sosial yang menjadikan kerangka etika sebagai varian sosial.
1.    Relativisme Etika
Ada beragam difinisi relativisme etika yang dikemukakan oleh berbagai penulis. Menurut pengertian yang lazim, relativisme etika adalah pandangan bahwa tidak ada prinsip moral yang benar secara universal; kebenaran semua prinsip moral bersifat relative terhadap budaya atau pilihan individu. Persoalan pada definisi semacam ini adalah bahwa ia tidaklah komprehensif. Ada pelbagai bentuk dan versi relativisme etika dan definisi ini dianggap memadai hanya untuk satu bentuk relativisme etika, yang nanti kita sebut sebagai relativisme “meta-etis.
Persoalan lain adalah bahwa orang- orang dengan kedudukan yang berbeda sering kali mendefinisikan relativisme secara berbeda. Persoalan ini membuat para tokoh semacam Mark P. Whitaker menyatakan bahwa mendefinisikan relativisme berarti mengambil posisi dalam kontroversi seputar relativisme.
Definisi relativisme etika yang tepat harus mempertimbangkan relativisme etika yang lebih dari sekadar klaim sederhana bahwa manusia mungkin saja memiliki putusan moral yang berbeda dalam berbagai kasus atau klaim bahwa berbagai pandangan moral yang saling bertentangan mungkin saja benar. Sebuah definisi yang tepat juga harus komprehensif dan bebas dari ketergantungan pada posisi tertentu dalam perdebatan relativisme etika. Karena luar biasa sulit (atau mungkin mustahil) untuk menyajikan sebuah difinisi relativisme etika  sebuah difinisi umum yang tidak terlalu pasti dan secara substansial mendefinisikan berbagai bentuk secara terpisah.
2.    Relatifitas Hak – Hak Asasi Manusia
Hak – hak asasi manusia dilihat dari dua sudut, pertama rumusan konkrit sebuah hak asasi selalu sama mungkin kurang lebih sesuai dari apa yang akan dioperasionalisasikannya saja yaitu dengan tuntutan martabat manusia tertentu. Suatu rumusan konkrit tidak perah sempurna melainkan selalu masih dapat dibut lebih tepat, lebih tajam, lebih jelas, kurang ambigu dan sebagainya. Jadi selalu ada kemungkinan untuk lebih memperbaikinya kembali. Tak ada rumusan “suci”. Dan itu berarti pula dari isi suatu rumusan. Contohkeutuhan seseorang sebagai manusia dewasa tidak mungkin dijamin apabila apa yang dimilkinya terus menerus dicampuri orang lain atau pihak lain. Tetapi untuk mecegah hal itu, tidak perlu hak milik pribadi dinyatakan sama sekali tidak boleh dicampuri oleh masyarakat seperti yang dituntut oleh John Locke. Tujuan dasar juga terjamin apabila hak asasi atas milik pribadi dirumuskan secara relatif, artinya bahwa seperlunya dan dengan menjamin keadilan, negara berhak untuk membatasinya.
Kedua, bahwa dan bagaimana suatu tuntutan martabat manusia dianggap perlu dirumuskan sebagai hak asasi yang selalu merujuk pada sistem kekuasaan atu truktursosial budaya tertentu yang mengancam harkat manusiawi kehidupan sebagai dari anggota masyarakat itu. Diluar konteks ituhak – hak asasi tidak akan dimengerti dalam magsud yang sebenarnya, akan dianggap asing, atau bahkan dianggap sebagai gangguan terhadap pola kehidupan sosial yang terasa sebagai cukup memedai. Misalnya tidak masuk akal untuk agar masyarakat suku terasing memberikan kedudukan kepada hak – hak asasi manusia.
Salah satu kesimpulan dari relivitas itu adalah bahwa daftar – daftar hak asasi manusia yang sudah dirumuskan tidak begitu saja dapat diambil oper oleh masyarakat lain. Setiap bangsa harus merumuskan sendiri patokan – patokan dasar kehidupan bersama yang mereka anggap menjamin harkat manusiawi dengan bertolak dari kebutuhan dan cita – cita mereka sendiri.

Sumber: Franz Magnis-Suseno. 1987. Etika Politik “Prinsip – prinsip moral dasar Kenegaraan modern”. Jakarta: Gramedia
   Shomali Mohammad A. 2001. Relativisme Etika.  Jakarta: Serambi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar