Minggu, 01 Januari 2017

Definisi Kebenaran



Kata “kebenaran” berasal dari kata “benar” yang memperoleh awalan ked an akhiran an yang berarti cocok dengan keadaan sesungguhnya, tidak bohong, atau sah. Dan kata kebenaran itu sendiri berarti keadaan (hal tersebut) yang benar (cocok dengan atau keadaan yang sesungguhnya). Sidi Gazalba memberi pengertian ‘kebenaran’ dengan mengemukakan lawan katanya, karena itu menjadi jelas, manakala itu dihadapkan pada lawan dan kita  susulkan artinya. Mudhar Ahmad mengatakan bahwa kata “benar” menyatakan kualitas keadaan atau sifat sebenarnya sesuatu. Semua itu bisa berupa pengetahuan (pemikiran) atau pengalaman (perbuatan).

Secara terminology, kebenaran mempunyai  arti yang bermacam-macam, seperti halnya arti etimologi. Pengertian kebenaran secara terminology berkembang dalam sejarah filsafat. Dalam aliran filsafat masing-masing aliran mempunyai pandangan yang berbeda tentang kebenaran, hal ini tergantung dari sudut mana mereka memandang. Secara garis besarnya paham-paham tersebut antara lain:
1. Paham idealisme, memberikan pengertian bahwa ‘kebenaran’ adalah merupakan soal yang hanya mengenai seseorang yang bersangutan. Kebenaran itu hanya ide, materi itu hanya ide, hanya dalam tanggapan. Demikian dikatakan Goerge Berkeley (1685-1757).
2.  Paham realisme, berpendapat bahwa ‘kebenaran’ adalah kesesuaiaan antara pengetahuan dan kentaan. Karena pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata, gambaran yang ada dalam akal adalah salinan dari yang asli yang terdapat di luar akal. Aliran ini dipelopori oleh Herbert Spencer (1820-1903).
3. Kaum pragmatis, memberikan definisi ‘kebenaran’ sebagai sesuatu proporsi itu berlaku atau memuaskan. Peletak dasar paham ini adalah C.S.Peiree (1839-1914) William James menambahkannya behwa kebenaran harus merupakan nilai dari suatu ide.
4. Paham penomenologi, berpendapat bahwa ‘kebenaran’ itu adalah kesesuaian antara pengetahuan dengan wujud atau akibat yang menggejala sebagai sifat nyata yang merupakan norma kebenaran. Mereka menganggap bahwa fenomena itu adalah data dalam kesadaran dan inilah yang harus diselidiki, supaya hakikatnya ditemukan dan tertangkap oleh kita.
Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang mereka maksudkan dengan kebenaran adalah segala yang bersumber dari akal (rasio), pengalaman serta kegunaan yang dapat dibuktikan dengan realita yang ada. Dengan kata lain sebagai kebenaran ilmiah. Tapi ada kebenaran yang tak perlu dibuktikan  atau dicari pembutiannya, cukup kita terima dan yakin bahwa itu adalah suatu kebenaran.

Sumber: Mudhar Ahmad. 1987. Manusia dan Kebenaran Masalah Pokok Filsafat. Surabaya: Usaha Nasional, hal. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar